Halal Haramnya Anjing, Polemik dan Kebimbangan
Anjing merupakan
salah satu hewan ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang banyak
dipelihara oleh manusia, terutama oleh non-muslim. Namun saat ini tak
sedikit juga orang muslim yang mulai melirik untuk memelihara anjing
demi berbagai keperluan. Sejak kecil, mungkin banyak diantara kita sebagai Muslim yang sudah
terdoktrin bahwa anjing itu haram dan hina. Sehingga saat tumbuh dewasa
dan mulai banyak pengetahuan serta mampu berpikir rasional, kita
mempertanyakan apakah benar anjing itu haram dan begitu hina? Bukankah
anjing juga merupakan makhluk yang diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala?
Untuk menyimpulkan hal ini memang tidak mudah, karena banyak
perbedaan pendapat terkait hukum anjing ini. Ada yang berpendapat
bagaimanapun bentuknya, anjing itu haram. Ada pula yang menganggapnya
sah-sah saja. Anjing itu hewan yang setia kepada tuannya, anjing itu hewan yang
pintar, dan ajing itu hewan yang bermanfaat. Di dalam Al-Qur’an, tidak
disebutkan bahwa anjing adalah haram.
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ
لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ
رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging
babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145).
Mungkin ada diantara kita yang menjadikan ayat diatas sebagai sebuah
pegangan mengenai hukum anjing. Selain yang tersebut pada ayat Al-Qur’an
diatas, berarti boleh dan tidak haram. Karena jika anjing haram,
harusnya ada dalam ayat tersebut. Sedangkan pada QS. Al An’am 145, hanya
disebutkan 4 macam yaitu bangkai, darah yang mengalir, daging babi, dan
binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Setidaknya, itu
beberapa alasan orang yang berkesimpulan bahwa anjing tidaklah haram,
mungkin ada pula pendapat lain.
Meskipun dalam Al-Qur’an tidak disebutkan, tetapi satu hal yang harus
menjadi rujukan kita sebagai umat muslim adalah As-Sunnah atau contoh
yang diberikan Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Dasarnya adalah beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut :
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling,
maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali
Imron: 32)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, Akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka.” (QS. Al Ahzab: 36)
Dari kedua dasar diatas secara gamblang menyatakan, bahwa kita sebagai mukmin harus mematuhi Allah dan Rasul-Nya.
Terkait dengan hukum mengenai anjing, karena tidak ditemukan hukum
haram di dalam Al-Qur’an, rujukan selanjutnya adalah Sunnah. Dasarnya
adalah :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).” (QS. An
Nisa’: 59)
Apakah ada kata-kata atau perbuatan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang berkaitan dengan anjing?
Dari bu Hurairah, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)
Jika memakan daging anjing itu haram dimakan, bagaimana bukan untuk dimakan?
Jika digunakan sebagai daging pangan, tentu masih banyak daging lain
yang bisa digunakan, meskipun misalnya anjing halal. Jika sudah jelas
haram hukum memakannya, bagaimana jika pemanfaatanya tidak untuk
dimakan?
Sebagai hewan yang terkenal sangat setia terhadap tuannya, penggemar
anjing pun mulai banyak. Sepertinya, tidak adil kalau hewan sepintar dan
sesetia anjing itu diharamkan atau dihina dina-kan. Toh masih bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan yang membantu manusia. Bagaimana pendapat
seperti itu?
Pertama, air liur anjing adalah najis, bahkan tergolong najis
mugholadzoh
atau najis berat. Berangkat dari situ, terdapat perbedaan pendapat di
kalangan ulama mengenai najis nya tubuh anjing. Tetapi, semua ulama
sepakat bahwa air liur anjing adalah najis berat. Bahkan, ada penelitian
ilmiah terkait dengan kuman yang terkandung dalam air liur anjing, dan
kenapa harus dibasuh 7 kali, salah satunya dengan tanah. Tapi saat ini
kita tidak akan membahas hal tersebut, terlepas dari kandungan kuman
ataupun tidak, ulama sepakat bahwa air liur anjing adalah najis dan
artinya kita wajib mentaatinya. Beberapa hadits yang menjadi rujukan
najisnya air liur anjing.
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا
“Jika anjing minumm di salah satu bejana di antara kalian, maka
cucilah bejana tersebut sebanyak tujuh kali” (HR. Bukhari no. 172 dan
Muslim no. 279).
Dalam riwayat lain disebutkan,
أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Yang pertama dengan tanah (debu)” (HR. Muslim no. 279)
Dalam hadits ‘Abdullah bin Mughoffal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى الإِنَاءِ فَاغْسِلُوهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَعَفِّرُوهُ الثَّامِنَةَ فِى التُّرَابِ
“Jika anjing menjilat (walagho) di salah satu bejana kalian,
cucilah sebanyak tujuh kali dan gosoklah yang kedelapan dengan tanah
(debu)” (HR. Muslim no. 280).
Terkait dengan selain air liur, Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa
bagian dari anjing yang najis adalah air liur, mulut, dan kotorannya.
(Fathul Qadir jilid 1 halaman 64, kitab Al-Badai` jilid 1 halaman 63).
Anggota tubuh lain dianggap tidak najis, karena hadits yang menyatakan
kenajisan anjing adalah ketika anjing minum di suatu bejana atau wadah
air, maka bagian mulut dan air liur beserta kotoran yang dianggap najis.
Mazhab Al-Malikiyah juga berpendapat tubuh anjing tidaklah najis
karena pada hadits nabawiyah tentang najisnya anjing, tidak terdapat
bagian yang menyebutkan tubuh anjing itu najis.
(kitab Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 83 dan As-Syarhus-Shaghir jilid 1 halaman 43).
Sedangkan Mazhab As-Syafi’iyah dan Al-Hanbaliah berpendendapat bahwa
semua anggota tubuh anjing adalah najis berat, termasuk keringatnya.
Sumber air liur adalah badan anjing, sehingga tidak hanya air liur dan
mulutnya saja tetapi juga seluruh badan termasuk tubuh, air kencing,
kotoran, dan keringatnya.
Salah satu riwayat hadits yang memperkuat pendapat tersebut adalah :
Bahwa Rasululah SAW diundang masuk ke rumah salah seorang kaum
dan beliau mendatangi undangan itu. Di kala lainya, kaum yang lain
mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya. Ketika ditanyakan kepada
beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan yang kedua, beliau
bersabda,"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di rumah yang pertama
hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis." (HR Al-Hakim dan
Ad-Daruquthuny).
(kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 78, kitab Kasy-syaaf
Al-Qanna` jilid 1 halaman 208 dan kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 52)
Lalu, bagaimana hadits-hadits tentang hukum memelihara anjing?
Ada beberapa hadits yang menyangkut tentang pemeliharaan anjing di
rumah. Beberapa hadits tersebut membolehkan pemeliharan anjing, namun
ada syarat dan ketentuan berlaku. Seperti beberapa hadits berikut ini :
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من أمسك كلبا فإنه ينقص كل يوم من عمله قيراط إلا كلب حرث أو ماشية
“Barangsiapa memelihara anjing, maka amalan sholehnya akan
berkurang setiap harinya sebesar satu qiroth, selain anjing untuk
menjaga tanaman atau hewan ternak.”
*(satu qiroth adalah sebesar gunung uhud)
كلب صيد أو ماشية
“Selain anjing untuk berburu atau anjing untuk menjaga hewan ternak.” (HR. Bukhari)
[Bukhari: 46-Kitab Al Muzaro’ah, 3-Bab Memelihara Anjing untuk Menjaga Tanaman]
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
1575 ( مَنِ اتَّخَذَ كَلْباً إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ ، أوْ صَيْدٍ ،
أوْ زَرْعٍ ، انْتُقِصَ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ ) رواه مسلم)
"Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga hewan
ternak, berburu dan menjaga tanaman, maka akan dikurangi pahalanya
setia hari sebanyak satu qirath." (HR. Muslim, no. 1575)
Hubungannya dengan menjaga rumah yang mungkin banyak orang muslim gunakan, ada salah satu pendapat ulama yaitu :
Syekh Ibn Utsaimin rahimahullah berkata,
"Dengan demikian, rumah
yang terletak di tengah kota, tidak ada alasan untuk memelihara anjing
untuk keamanan, maka memelihara anjing untuk tujuan tersebut dalam
kondisi seperti itu diharamkan, tidak boleh, dan akan mengurangi pahala
pemiliknya satu qirath atau dua qirath setiap harinya. Mereka harus
mengusir anjing tersebut dan tidak boleh memeliharanya. Adapun kalau
rumahnya terletak di pedalaman, sekitarnya sepi tidak ada orang
bersamanya, maka ketika itu dibolehkan memelihara anjing untuk keamanan
rumah dan orang yang ada di dalamnya. Menjaga penghuni rumah jelas lebih
utama dibanding menjaga hewan ternak atau tanaman." Selesai ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/246.
Dari berbagai pendapat tersebut, secara garis besar membolehkan
memelihara anjing untuk tujuan menjaga hewan ternak, tanaman, atau
berburu. Sedangkan seperti yang banyak dilakukan orang memelihara anjing
karena hobi, tidaklah diperbolehkan berdasar simpulan dari
hadits-hadits diatas.
Namun bagaimanapun, anjing tetaplah umatNya.
“Andaikata anjing- anjing itu bukan umat seperti umat-umat yang
lain, niscaya saya perintahkan untuk dibunuh.” (Riwayat Abu Daud dan
Tarmizi)
“Tidak ada satupun binatang di bumi dan burung yang terbang
dengan dua sayapnya, melainkan suatu umat seperti kamu juga.”
(QS.Al-An’am ayat 38)
InsyaAllah, tidak memelihara anjing bukan berarti menghina dina kan
makhluk Allah. Hanya saja, berusaha untuk menghindari perkara yang
didalamnya terdapat keragu-raguan, dan tidak ada kerugian ketika
menghindarinya.
Untuk menentukan haram atau halal, bukan perkara mudah. Selain harus
sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits, pendapat mengenai haram dan halalnya
sebuah perkara, tidak bisa hanya melalui logika berpikir kita sendiri.
Karena sangat berbahaya apabila kita menilai sesuatu hanya berdasarkan
logika kita sendiri yang terkadang terlalu liar untuk dikendalikan.
Sehingga, kewaspadaan untuk menghindari sesuatu yang masih dirasakan
ragu-ragu, adalah lebih utama.
Wallahu a'lam bishawab
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah, Semoga kita terhindar dari perkara yang sia-sia dan dimurkaiNya. Aamiin